Sms Pengaduan :
news_img
  • ADMIN
  • 13-02-2018
  • 4027 Kali

Sosok Kangjeng Kiai Adipati Suroadimenggolo V, Interniran Dari Semarang

Media Center, Selasa ( 13/02 ) Istilah interniran merupakan turunan dari kata internir, yaitu istilah yang digunakan pada tokoh bangsawan yang dianggap revolusioner oleh kalangan kolonial Belanda, untuk selanjutnya diasingkan jauh dari negeri asalnya. Salah satu interniran yang dikenal di Sumenep pada khususnya ialah Kangjeng Kiai Adipati Suroadimenggolo ke-V, adipati Wadhono atau Hoofd Regent di Semarang. Warga sekaligus pihak keluarga Keraton di Sumenep mengenal beliau sebagai “Raja” Semarang, dengan sebutan agung Kangjeng Kiai.

“Istilah raja di sini merujuk pada adipati, sebagai negeri bawahan Mataram. Istilah umum yang disandangkan pada penguasa lokal juga di Madura, seperti Bangkalan hingga Sumenep,” kata R.B. Muhlis, salah satu pemerhati sejarah di Sumenep, pada Media Center.

Lalu siapa sosok yang di tanah Jawa itu dikenal dengan nama Kangjeng Terbaya ini? Mr. Hamid Algadri dalam bukunya, “Islam dan Keturunan Arab Dalam Pemberontakan Melawan Belanda”, menyebut Kangjeng Kiai ini sebagai anggota keluarga Bestaman, yakni tokohnya yang paling dikenal ialah Kiai Ngabehi Kertaboso Bustam. Kiai Kertaboso ini merupakan Onder Regent, yaitu bupati kecil di Terbaya. Tokoh ini dikenal sebagai perantara perdamaian dalam peristiwa geger Mataram antara trio bangsawan Mangkubumi-Pakubuwana-Mas Said. Dari garis perempuan sang Kiai adalah cicit Panembahan Senapati Mataram, sedang dari garis laki-laki, Mr. Hamid menyebut ayah Kiai Kertoboso ialah Sayyid Husain yang memiliki nama Jawa Raden Wangsanaya.

Dari sepuluh anak Kiai Kertabasa, anaknya yang bernama Kiai Ngabehi Suradirja, Patih Batang menurunkan Kangjeng Kiai Terbaya alias Suroadimenggolo ke-V. Silsilah ini berbeda dengan naskah atau catatan silsilah Keraton Sumenep. Kangjeng Kiai Adipati Suroadimenggolo ke-V ini disebut sebagai turunan pancer dari Pangeran atau Kiai Ageng Pandanarang, adipati pertama Semarang. Dan di bukunya Hamid Algadri menyebut isteri Kangjeng Kai ini ialah Putri dari Raden Mas Said alias Pangeran Sambernyawa alias KGPAA Mangkunegara ke-I dari Kartasura, pendiri sekaligus penguasa pertama Mangkunegaran, pecahan ketiga dari kerajaan Mataram.

Media Center sebelumnya pernah mengulas tentang sepak terjang Kangjeng Kiai di Semarang. History of Java (Jilid I, kaca 273), menyebutkan pujian TS Raffles pada sosok Kangjeng Kai sebagai sanak saudara Panembahan Sumenep (Natakusuma ke-II), yang meliputi ketinggian status sosial maupun sikap dan wataknya. Sang Adipati ini memang dikenal sebagai sosok yang keras pada Kolonial. Dr. Soekanto dalam bukunya “Dua Raden Saleh Dua Nasionalis Dalam Abad 19”, menyebut sang Adipati sebagai sosok yang tak kasih pada Gupernemen Belanda. Tindakan-tindakannya, hingga kemudian pengaitannya dengan peristiwa Perang Jawa membuat Kangjeng Kai diturunkan paksa dari kursi Adipati. Beliau ditangkap dan dibuang hingga ke Ambon, sebelum kemudian menetap di Sumenep.

Dua orang anggota keluarganya juga dikenal sebagai sosok “pemberontak” dan anti kolonial. Satu adalah putranya, dan seorang lagi ialah kemenakannya. Keduanya sama-sama bernama Raden Saleh. Sang anak ialah yang kelak dikenal dengan Raden Adipati Pringgoloyo, Patih dalem Sumenep. Yang satunya ialah Raden Saleh, Pelukis, yang dikenal dengan nama Syarif Bestaman, dan bermarga Bin Yahya.

Kangjeng Kai wafat 25 Dzulhijjah 1242 Hijriah. Jenazahnya dimakamkan di Asta Tinggi di sebuah kompleks khusus Pasarean “Raja” Semarang. Sultan Sumenep, Abdurrahman Pakunataningrat, sepupu sekaligus menantu Kangjeng Kiai sangat ta’zhim pada sosok ini. Sehingga berdasar riwayat lisan turun-temurun berwasiat khususnya pada anak keturunannya agar lebih dulu berziarah pada Pasarean Kangjeng Kai sebelum Sultan dan sesepuh Keraton Sumenep lainnya.

“Sultan menyebut Kangjeng Kai. Kangjeng karena merupakan sosok ‘rato’, dan Kai bermakna ayah,” kata R.P.M. Mangkuadiningrat, salah satu pemerhati sejarah lainnya di Sumenep.

Wasiat Sultan tersebut di masa ketua Perfas (Persatuan Famili Sumenep) R.P. Arifin Kusumodilogo, dicantumkan pada sebuah papan di Asta Tinggi. Namun papan itu lantas dipindah ke dalam hingga tak lagi kelihatan dari luar. “Tapi kami tetap himbau pada peziarah dengan menginformasikan wasiat tersebut,” kata R.P. Ruska, Kepala Asta Tinggi.

Dalam sejarah Sumenep, Kangjeng Kai ini memiliki 40 putra-putri. Sepuluh di antaranya ada di Sumenep dan menurunkan banyak tokoh-tokoh penting Keraton. Salah satu anak laki-laki beliau masih melanjutkan kepemimpinan di Semarang, yakni Raden Krisno yang juga bergelar Adipati Suroadimenggolo. ( M. Farhan M, Esha )